contoh kasus berkaitan dengan UU ITE

Undang Undang Informasi dan Transaksi Elektronik

Undang-undang Informasi dan Transaksi Elektronik adalah ketentuan yang berlaku untuk setiap orang yang melakukan perbuatan hukum sebagaimana diatur dalam Undang-Undang ini, baik yang berada di wilayah hukum Indonesia maupun di luar wilayah hukum Indonesia, yang memiliki akibat hukum di wilayah hukum Indonesia dan/atau di luar wilayah hukum Indonesia dan merugikan kepentingan Indonesia.
Hal-hal yang diatur dalam UU ITE secara garis besar
Secara garis besar UU ITE mengatur hal-hal sebagai berikut :
* Tanda tangan elektronik memiliki kekuatan hukum yang sama dengan tanda tangan konvensional (tinta basah dan bermaterai). Sesuai dengan e-ASEAN Framework Guidelines (pengakuan tanda tangan digital lintas batas).
* Alat bukti elektronik diakui seperti alat bukti lainnya yang diatur dalam KUHP.
* UU ITE berlaku untuk setiap orang yang melakukan perbuatan hukum, baik yang berada di wilayah Indonesia maupun di luar Indonesia yang memiliki akibat hukum di Indonesia.
* Pengaturan Nama domain dan Hak Kekayaan Intelektual.
* Perbuatan yang dilarang (cybercrime) dijelaskan pada Bab VII (pasal 27-37):
o Pasal 27 (Asusila, Perjudian, Penghinaan, Pemerasan)
o Pasal 28 (Berita Bohong dan Menyesatkan, Berita Kebencian dan Permusuhan)
o Pasal 29 (Ancaman Kekerasan dan Menakut-nakuti)
o Pasal 30 (Akses Komputer Pihak Lain Tanpa Izin, Cracking)
o Pasal 31 (Penyadapan, Perubahan, Penghilangan Informasi)
o Pasal 32 (Pemindahan, Perusakan dan Membuka Informasi Rahasia)
o Pasal 33 (Virus, Membuat Sistem Tidak Bekerja (DOS)
o Pasal 35 (Menjadikan Seolah Dokumen Otentik (phising)
Terdapat sekitar 11 pasal yang mengatur tentang perbuatan-perbuatan yang dilarang dalam UU ITE, yang mencakup hampir 22 jenis perbuatan yang dilarang. Dari 11 Pasal tersebut ada 3 pasal yang dicurigai akan membahayakan blogger atau peselancar internet tanpa disadari.
Maka dari itu saya mengambil salah stu dari beberapa pasal tersebut yaitu:
Pasal 27 ayat (1)
”Setiap Orang dengan sengaja dan tanpa hak mendistribusikan dan/atau mentransmisikan dan/atau membuat dapat diaksesnya Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik yang memiliki muatan yang melanggar kesusilaan.”

ANALISIS PERTANGGUNGJAWABAN PIDANA MENTRANSMISIKAN DOKUMEN ELEKTRONIK MELANGGAR KESUSILAAN BERDASARKAN UU NO 11 TAHUN 2008 TENTANG INFORMASI  DAN TRANSAKSI ELEKTRONIK:

Cyber crime merupakan tindak kejahatan yang dilakukan oleh pengguna teknologi melalui Internet.Aksi kriminal yang terjadi seperti tindak pidana mentransmisikan dokumen elektronik berupa foto yang melanggar kesusilaan ke media sosial facebook lewat internet.tindak kejahatan melalui internet tersebut di atur dalam UU No 11 Tahun 2008 tentang informasi dan transaksi elektronik. Seperti yang terjadi di Bandar Lampung pada putusan PN (No 233/Pid.Sus/2013/PN.TK) bahwa terdakwa I Nengah Pariana Bin Wayan Mandra dengan sengaja dan tanpa hak mentransmisikan dokumen elektronik yang memiliki muatan melanggar kesusilaan yakni foto istrinya sendiri ke media sosial facebook. Permasalahan yang diangkat dalam penelitian ini berupa bagaimana pertanggungjawaban pidana terhadap pelaku tindak pidana cyber crime atau kejahatan dunia maya menurut UU No 11 Tahun 2008 terhadap No perkara 233/Pid.Sus/2013/PN.TK dan bagaimanakah pertimbangan hukum oleh hakim dalam penjatuhan putusan pidana terhadap No perkara 233/Pid.Sus/2013/PN.TK.
Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah yuridis empiris dan yuridis normatif. Adapun sumber dan jenis data adalah data primer yang diperoleh dari studi lapangan, data ini diperoleh dengan cara melakukan wawancara terhadap pihak kejaksaan Negeri Kota Bandar Lampung, Pengadilan Negeri Tanjung Karang dan Akademisi Fakultas Hukum Universitas Lampung, sedangkan data sekunder diperoleh dari studi pustaka. 
Putusan PN No 233/Pid.Sus/2013/PN.TK pelaku yang melakukan perbuatan mentransmisikan dokumen elektronik yang melanggar Pasal 27 Jo Pasal 45 UU No 11 tahun 2008 Tentang Informasi dan Transaksi Elektronik telah memenuhi unsur-unsur pertanggungjawaban pidana bisa dibuktikan bahwa pelaku secara sadar dan disengaja telah mentransmisikan dokumen elektronik. Dalam fakta di persidangan pelaku mengakui secara senggaja telah mentransmisikan foto istrinya dikarenakan pelaku digugat cerai istrinya dan kondisi kejiwaan pelaku dianggap sehat sehingga tidak ada alasan penghapusan pidana. Pertimbangan Hakim dalam penjatuhan putusan pidana pelaku yakni lebih mengarah kepada aspek yuridis karena hakim berpatokan pada aspek-aspek pidana dalam UU No 11 tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik dan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP). Aspek non yuridis dipandang sangat kurang relevan dalam penjatuhan putusan pidananya. Pertimbangan hakim dalam memutus perkara lebih memandang akibat yang timbul dari perbuatan tersebut. Sehingga putusan hakim lebih mengarah pada perbuatan pelaku dengan mengacu pada undang-undang yakni Pasal 27 UU No 11 Tahun 2008 Tentang Informasi dan Transaki Elektronik dan ketentuan pertanggungjawaban pidana dalam Kitab Undang-Undang Hukum pidana (KUHP). 
Penulis memberikan saran yaitu ketentuan putusan hakim dalam memutus suatu perkara sebaiknya mempertimbangkan aspek pertanggungjawaban pidana seperti adanya perbuatan yang dilanggar secara pidana (actus reus) dan memiliki niat jahat (mens rea) serta dalam kondisi sehat tidak mengalami gangguan jiwa sehingga tidak ada alasan pemaaf maka pelaku dapat dijatuhi hukuman secara pidana. Dan pertimbangan hakim dalam penjatuhkan putusan sebaiknya mempertimbangkan aspek yuridis dan aspek non yuridis dalam suatu perkara sehingga putusan hakim dapat bersifat objektif dan memiliki nilai keadilan.


Share on Google Plus

About Unknown

This is a short description in the author block about the author. You edit it by entering text in the "Biographical Info" field in the user admin panel.
    Blogger Comment

0 komentar:

Posting Komentar