media masa di era masyarakat industri & informasi

Media Massa dan Mahasiswa


Perkembangan teknologi telah membawa kita pada era komunikasi massa sejak ditemukannya mesin cetak Guttenberg yang memungkinkan diproduksinya buku-buku secara massal sampai mencapai puncaknya setelah ditemukannya internet. Penemuan Guttenberg mendorong terbitnya surat kabar pertama. Setelah revolusi industri dan teknologi, listrik yang memacu energi pabrik dan transportasi, melandasi muncul dan berkembangnya radio, film, dan televisi yang pada perkembangan selanjutnya menciptakan teknologi informasi yang multimedia seperti jaringan internet.
Sejak tahun 1964 komunikasi massa telah mencapai publik dunia secara langsung dan serentak. Melalui satelit komunikasi sekarang ini kita dimungkinkan untuk menyampaikan informasi (pesan) berupa data, gambar, maupun suara kepada jutaan manusia di seluruh dunia secara serentak. Perkembangan teknologi komunikasi/informasi yang bergerak cepat membawa kita menuju era masyarakat informasi, dimana hampir segala aspek kehidupan dipengaruhi oleh keberadaan media yang semakin jauh memasuki ruang kehidupan manusia.
Wilbur Schramm menyatakan bahwa luas sempitnya ruang kehidupan seseorang, yang awalnya ditentukan pada kemampuan baca tulis, selanjutnya ditentukan oleh seberapa banyak ia bergaul dengan media massa. Artinya media memiliki pengaruh yang signifikan pada kehidupan manusia.
Sejauh mana dampak media terhadap khalayaknya memang masih menjadi bahan perdebatan. Elisabeth Noelle-Neumann adalah salah satu sarjana yang menganut konsep efek perkasa media massa. Ia menyebutkan bahwa media massa bersifat ubiquity, artinya serba ada. Media massa mampu mendominasi lingkungan informasi dan berada di mana-mana. Karena sifatnya yang serba ada, agak sulit orang menghindari pesan media massa. Sementara Richard T. La Pierre berpendapat bahwa media massa baru akan benar-benar berpengaruh jika sebelumnya ia berhasil menjalin kedekatan dengan khalayaknya.
Untuk itu diperlukan pendekatan lain dalam melihat efek (dampak) media massa. Selain berkaitan dengan pesan dan media itu sendiri, menurut Steven M. Chaffee, pendekatan kedua ialah melihat jenis perubahan yang terjadi pada diri khalayak komunikasi massa – penerimaan informasi, perubahan perasaan atau sikap, dan perubahan perilaku; atau dengan istilah lain, perubahan kognitif, afektif, dan behavioral. Pendekatan ketiga meninjau satuan observasi yang dikenai efek komunikasi massa – individu, kelompok, organisasi, masyarakat, atau bangsa.
Mahasiswa sebagai bagian dari kalangan muda dan terpelajar pada umumnya dianggap memiliki akses terhadap media lebih banyak dibandingkan masyarakat biasa. Berbagai studi juga berkesimpulan bahwa secara umum orang berpendidikan lebih banyak menggunakan media, meskipun ada variasi untuk media tertentu. Penggunaan koran berbanding lurus dengan tingkat pendidikan, demikian pula dengan majalah dan buku. Meskipun demikian, tingkat pendidikan ternyata tidak banyak berhubungan dengan pemilihan media elektronik atau media siaran.
Namun harus diakui bahwa budaya minat baca di Indonesia masih tergolong rendah, apalagi buku lebih mahal dibandingkan media jenis lainnya. Media elektronik lebih dekat dengan masyarakat kita, tak terkecuali mahasiswa, yang menyebabkan pengaruhnya jauh lebih besar dibandingkan media cetak.
Fakta yang telah disebutkan di atas menunjukkan bahwa khalayak tidaklah pasif. Khalayak dianggap aktif menggunakan media untuk memenuhi kebutuhannya (uses and gratification).
Penulis melakukan wawancara dengan sepuluh orang mahasiswa yang merupakan teman-teman yang penulis sendiri untuk melihat bagaimana pengaruh media terhadap mereka.

EFEK KEHADIRAN MEDIA MASSA

McLuhan mengatakan bahwa “Media adalah pesan itu sendiri”, yang dimaksud adalah apa yang disampaikan media kepada masyarakat ternyata lebih dari apa yang akan diterima masyarakat itu jika mereka berkomunikasi tanpa media. Artinya adanya materi cetak lebih penting dari kandungan maksud yang disampaikannya, dan keberadaan televisi lebih penting daripada apa yang ditayangkannya.
Kita tidak harus setuju dengan McLuhan, misalnya bahwa isi pesan tidak sepenting media itu sendiri, namun kita sepakat tentang adanya efek media massa dari kehadirannya sebagai benda fisik. Steven H. Chaffee menyebut lima hal: 1) Efek ekonomis, 2) efek sosial, 3) efek pada penjadwalan kegiatan, 4) efek pada penyaluran/penghilangan perasaan tertentu, dan 5) efek pada perasaan orang terhadap media.
Efek ekonomi sudah jelas, bahwa kehadiran media massa menggerakkan berbagai usaha. Efek sosial berkenaan dengan perubahan pada struktur atau interaksi social akibat kehadiran media massa.
Efek ketiga, penjadwalan kembali kegiatan sehari-hari, terjadi terutama dengan kehadiran televisi. Kehadiran televisi dapat mengurangi waktu bermain, tidur, membaca, dan menonton film. Gejala ini disebut oleh Joyce Cramond (1976) sebagai “displacement effects” (efek alihan) yang ia definisikan sebagai reorganisasi kegiatan yang terjadi karena masuknya televise; beberapa kegiatan dikurangi dan beberapa kegiatan lainnya dihentikan sama sekali karena waktunya dipakai untuk menonton televisi.
Dua efek lainnya yaitu, hilangnya perasaan tidak enak dan tumbuhnya perasaan tertentu terhadap media massa. Sering terjadi orang menggunakan media untuk menghilangkan perasaan tidak enak, misalnya kesepian, marah, kecewa, dan sebagainya. Media dipergunakan tanpa mempersoalkan isi-pesan-yang-disampaikan.
Kehadiran media massa juga menumbuhkan perasaan tertentu. Kita memiliki perasaan positif atau negatif pada media tertentu. Tumbuhnya perasaan senang atau percaya pada media massa tertentu mungkin erat kaitannya dengan pengalaman individu bersama media massa tersebut; boleh jadi faktor isi pesan mula-mula amat berpengaruh, tetapi kemudian jenis media itu yang diperhatikan, apa pun yang disiarkannya.
Efek kehadiran media massa secara fisik pada kalangan mahasiswa yang paling menarik adalah efek penjadwalan kembali kegiatan sehari-hari. Kehadiran televisi sangat dominan mengubah jadwal kegiatan sehari-hari mereka seperti waktu bermain, tidur membaca, atau kegiatan lainnya.
Hampir seluruh mahasiswa yang penulis wawancarai lebih memilih menonton televisi ketimbang membaca buku. Dari sepuluh orang yang diwawancarai, hanya satu orang saja yang seimbang membagi waktu antara membaca buku dan menonton televisi. Waktu untuk membaca buku kadang-kadang terganggu oleh hadirnya acara yang menarik di televisi.
Jadwal tidur pun tergantung pada kehadiran acara tertentu di televisi. Seorang mahasiswa mengaku baru tidur pada dini hari karena acara tertentu hanya disiarkan selepas tengah malam. Sementara mahasiswa lain mengubah jadwal bangun tidurnya menjadi lebih pagi untuk menonton news pagi atau infotainment. Pada jam-jam tertentu seperti pukul 20.00 sampai dengan 22.00, kebanyakan mereka berada di dalam rumah untuk menonton acara (prime time) yang memang mendapat rating tinggi.
Tiga dari sepuluh mahasiswa bekerja di luar jam kuliah. Namun waktu yang dua di antara mereka habiskan untuk menonton televisi juga tidak berbeda jauh dari mereka yang tidak bekerja. Artinya mereka meluangkan waktu untuk menonton televisi dan mengurangi waktu mereka untuk kegiatan lainnya.
Efek alihan juga tidak hanya terjadi pada televisi saja. Seorang responden lebih banyak menghabiskan waktu menonton DVD selama berjam-jam pada malam hari sehingga waktu tidurnya berkurang banyak. Dampak yang terjadi adalah terlambat masuk kuliah atau tidak masuk karena kelelahan. Waktu untuk kegiatan lainnya pun praktis berkurang banyak, seperti tak ada waktu untuk membaca buku, belajar, sampai mengerjakan tugas kuliah. Kecanggihan teknologi multimedia juga mampu membuat seseorang merelakan waktu bermainnya. Seorang responden yang memiliki kegiatan berorganisasi di luar jam kuliah ternyata juga tidak mengurangi waktunya untuk menonton televisi. Selain menonton televisi, ia juga banyak menghabiskan waktunya untuk membaca buku atau browsing di internet. Akibatnya ia tidak memiliki cukup waktu untuk bermain atau bersantai.
Dari sepuluh mahasiswa hanya dua orang yang tidak banyak mengalami efek kehadiran media massa secara fisik. Satu orang memiliki pekerjaan di luar jam kuliah, sementara seorang lagi mengaku lebih banyak menghabiskan waktu untuk beristirahat karena jarak antara kampus dan rumahnya-cukup-jauh.
Efek kehadiran media selanjutnya adalah hilangnya perasaan tidak enak dan tumbuhnya perasaan tertentu terhadap media massa. Seorang mahasiswa mengatakan bahwa ia membaca buku sebelum tidur untuk membantunya lebih mudah mengantuk. Ia tidak mempersoalkan isi pesan yang terkandung di dalam buku atau majalah yang ia baca selama itu bisa membantunya tidur.
Kehadiran media massa juga menumbuhkan perasaan tertentu. Tujuh orang mahasiswa memiliki perasaan positif pada televisi, sementara tiga lainnya menyatakan kecintaannya dalam menonton televisi dimana seorang di antara mereka bahkan menghabiskan waktu 12 jam sehari untuk menonton televisi. Hanya tiga orang yang memiliki perasaan yang sama terhadap buku, terutama buku-buku pengembangan diri, agama, dan komik. Dalam setahun kesepuluh orang mahasiswa hanya membeli rata-rata 5 buku dalam setahun. Di antara mereka hanya dua orang yang membeli di atas sepuluh buku dalam setahun, diantaranya termasuk komik. Komik adalah jenis media cetak yang paling dekat dengan mahasiswa yang penulis wawancarai dibandingkan jenis media cetak lainnya. Sementara seorang mahasiswa lebih memilih media cetak seperti majalah dan surat kabar yang menurutnya lebih dekat dengan kehidupannya sehari-hari.


KESIMPULAN

Berdasarkan pembahasan di atas, dapat ditarik kesimpulan bahwa dampak media terhadap khalayak mahasiswa secara umum adalah:

1.   Efek kehadiran media; sebagian besar mahasiswa memiliki perasaan positif pada media televisi dibandingkan media lainnya. Karenanya televisi lebih mendapat kepercayaan sebagai sumber informasi dan hiburan. Efek kehadiran televisi pada mahasiswa adalah penjadwalan ulang berbagai kegiatan. Kegiatan mereka, termasuk kuliah, ikut terpengaruh oleh jadwal acara televisi yang mereka tonton.

2.  Efek Kognitif media; media merupakan sumber informasi yang membantu mahasiswa untuk memperoleh pengetahuan mengenai berbagai aspek kehidupan. Efek kognitif yang positif memberikan wawasan yang luas kepada para mahasiswa dan membantunya memahami berbagai persoalan. Efek negatifnya adalah memberikan pandangan yang keliru atau parsial mengenai dunia, juga menanamkan ideologi tertentu yang akan mempengaruhi sikap dan perilakunya kemudian. Namun efek kognitif yang positif masih kurang di kalangan mahasiswa. Efek kognitif inilah yang mendasari perubahan sikap dan perilaku seseorang dan mempengaruhi prioritasnya dalam hidup.


3.  Efek afektif media; selain memberikan informasi, media memberikan efek emosional pada diri khalayaknya. Efek afektif media diantaranya mampu mempengaruhi khalayak mahasiswa untuk lebih-peduli-pada-masalah-sosial-yang-terjadi-di-masyarakat.

4.     Efek behavioral media; media juga dapat mempengaruhi perilaku khalayaknya. Sebagian  besar, jika tidak semua, mahasiswa mengikuti teladan yang diberikan media. Perilaku dan gaya hidup yang ditampilkan televisi banyak ditiru di kehidupan nyata


Share on Google Plus

About Unknown

This is a short description in the author block about the author. You edit it by entering text in the "Biographical Info" field in the user admin panel.
    Blogger Comment

0 komentar:

Posting Komentar